TEORI MARXISME - KONSEPSI DASAR DIALEKTIKA

TEORI MARXISME - KONSEPSI DASAR DIALEKTIKA


LOGIKA DIALEKTIS

istilah umum bagi logika filsuf-filsuf seperti Hegel, Marx, Engels. Mereka berupaya membuktikan Tiga Hukum Berpikir salah dan mencoba mengembangkan suatu “logika menjadi” (logic of becoming) yang ingin menyajikan proses yang selalu berubah-ubah dari segala sesuatu.
Diperkirakan, proses ini dapat dilihat dalam polaritas-polaritas perubahan (tesis dan antitesis=sintesis) yang dapat dijumpai dalam semua kegiatan.
Kontradiksi adalah tenaga pendorong dalam segala sesuatu. Hegel melihat logika sebagai suatu proses (proses dialektis) dan bukan sebagai suatu analitis tentang bagaimana bentuk (forma) dapat ditetapkan pada isi.
Gerakan itu mengandung apa saja yang sudah biasa disebut tesis, antitesis dan sintesis.
Kategori-kategori atau prinsip-prinsip akalbudi (gagasan-gagasan, ide-ide, konsep-konsep) ditemukan didalam proses gerakan ini dari tesis ke antitesis dan terus kesatuannya dalam sintesis. 
Prinsip-prinsip akalbudi, atau kategori-kategori, tidak dapat disebutkan secara berurutan lengkap sebab proses dialektis itu sendiri belum secara penuh diaktualkan di dalam realitas.
Logika dialektis merupakan ajaran logika dari materialisme dialektis. Ia merupakan ilmu tentang hukum-hukum dan bentuk-bentuk refleksi mental terhadap perkembangan dunia objektif. Ia juga merupakan ilmu tentang hukum-hukum yang mengatur kognisi tentang kebenaran.
Dari sudut ilmu, logika dialektis timbul sebagai bagian dari filsafat Marxis. 
Namun, unsur-unsur logika dialektis sudah ada dalam filsafat kuno, khususnya ajaran-ajaran dari Herakleitos, Aristoteles dan lain-lain. 
Karena alasan-alasan historis, logika formal meraja selama waktu yang panjang sebagai satu-satunya ajaran tentang hukum-hukum dan bentuk-bentuk pemikiran.
Prinsip umum dari logika dialektis adalah kesatuan yang historis dan yang logis. Kedua prinsip ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Pikiran bertolak dari permukaan objek-objek dan hal-hal menuju esensinya dan kemudian juga menangkap secara menyeluruh manifestasi-manifestasi real dari benda-benda dan objek-objek itu.

LOGIKA FORMAL

Logika formal merupakan ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk pemikiran (konsep, putusan, kesimpulan, dan pembuktian) berkenaan dengan struktur logisnya, yaitu dengan abstraksi isi konkret dari pkiran-pikiran dan menonjolkan hanya cara-cara umum yang olehnya memungkinkan bagian-bagian dari isi itu berhubungan. 
Tugas pokok logika formal ialah merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip.
Dasar logika formal disediakan oleh karya-karya Aristoteles, yang mengembangkan silogisme.

DIALEKTIKA

Inggris: dialetic; dari Yunani dialektos (pidato, pembicaraan, perdebatan). Seni atau ilmu dialektika berawal dari penarikan perbedaan-perbedaan yang ketat. Dialektika kiranya dimulai oleh Zeno, Socrates, dan Plato.
Dialektika pada mulanya menunjuk pada debat dengan tujuan utama menolak argumen lawan atau membawa lawan kepada kontradiksi-kontradiksi, dilema, atau paradoks. Atau seni bertukar pendapat. 
Secara umum, seorang dialektikawan adalah seorang yang tidak membiarkan sesuatu tidak dipersoalkan.
Dalam Marxisme, Engels secara khusus memakai ungkapan “materialisme dialektis”. Ungkapan itu memuat ide-ide pokok sebagai berikut: 
a) Proses dialektis terjadi dalam matra material, 
b) Perubahan-perubahan kuantitatif, karenanya, mengarah pada perubahan kualitatif, 
c) Karena segala sesuatu menjadi (berubah terus-menerus), pengertian historis merupakan kunci pemahaman kenyataan, 
d) Proses tesis-antitesis-sintesis terjadi dalam masyarakat manusia lewat pertentangan kelas.

Ketiga hukum pokok Dialektika ialah: 
1) Kesatuan dan Perjuangan daripada  yang bertentangan
2) Perubahan Kualitas ke Kualitas
3) Negasi ke Negasi

KONSEPSI DIALEKTIKA HEGEL

Pertama, berfikir secara dialektik berarti berfikir dalam totalitas.  Totalitas itu berarti keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur  yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari) saling berkontradiksi (melawan & dilawan) dan saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai). Jelaslah bahwa proses dialektis tidak dapat sekedar  dirumuskan sebagai “thesis”—“antithesis”—“synthesis”. 
Kedua, seluruh proses dialektis itu sebenarnya merupakan “realitas yang sedang bekerja” (working reality). Disini akan menjadi jelas bahwa proses dialektis yang meliputi kontradiksi, negasi dan mediasi itu bukan semata-mata abstrak, melainkan terjadi dalam realitas. 
Ketiga, berfikir dialektis berarti berfikir dalam perspektif empiris-historis.
Keempat, berfikir dialektis berarti berfikir dalam kerangka kesatuan teori & praxis. Pemikiran dialektis tidak mengandaikan adanya kesenjangan antara teori & praxis yang harus dijembatani, melainkan bagaimana suatu teori dapat membuahkan praxis.

ANTITESIS

Istilah ini berasal dari bahasa Yunani anti (melawan) dan tithenai (menaruh, menyusun, menentukan). 
Secara etimologis istilah ini artinya dapat dibandingkan dengan “antonomi” dan “kontradiksi”. 
Beberapa pengertian antitesis: 
1) Pertentangan dan perbedaan kata-kata atau konsep-konsep. 
2) Pertanyaan atau ideologi yang disajikan untuk menentang pendapat yang sudah dinyatakan (tesis). 
3) Dalam materialisme dialektik, antisesis merupakan tahap kedua suatu proses perubahan dan perkembangan dan melawan tahap pertama (tesis). 
Dari perlawanan ini tampil suatu pihak ketiga, yang disebut sintesis. Sintesis ini memasukkan ciri-ciri positif atau kebenaran-kebenaran baik dari tesis atau sintesis dan mengatasi keduanya untuk menjadi dirinya sebagai tesis baru. Kemudian disusul suatu antitesis baru dan selanjutnya. 
Pandangan beberapa filsuf: 
1) Pada Kant “antitesis” merupakan pihak negatif dari antinomi, yang berproposisi (berlawanan) dengan tesis. 
2) Pada Fitche dan Hegel “antitesis” merupakan hal kedua dari tiga serangkai (triade), yang melawan tesis. Oposisi tesis dan antitesis dipecahkan oleh sintesis, hal ketiga dari tiga serangkai itu.

DIALEKTIKA HISTORIS MARXISME

Berikut ini beberapa pandangan dasar: 
1) Manusia dan sejarah berada dalam ketegangan tetapi juga berada dalam suatu keselarasan yang tidak dapat dipisahkan; 
2) Sejauh manusia berada dalam ketegangan dengan kekuatan-kekuatan dialektis historis yang bekerja dalam alam semesta, maka kekuatan-kekuatan ini akan terasing, tidak terungkap, tidak terealisir; 
3) Umat manusia adalah suatu produk dari ideologi-ideologi yang menyangkal zamannya (epoche) sendiri. Dengan revolusi manusia dapat meniadakan jurang diantara diri mereka sendiri dengan kekuatan-kekuatan historis yang menyempurnakan tetapi yang terasingkan ini, yang bekerja di alam semesta; 
4) Orang-orang dimanusiawikan dengan mengatasi (mentransendir) kekiniannya (immediacy), dengan mengatasi ketidakpribadian kekuatan-kekuatan sosial (kelas), dan mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan kekuatan dialektis historis yang rasional dan berorientasi pribadi; 
5) keadaan perkembangan terakhir adalah kesempurnaan sosial dan etis.

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: