BAGIAN III Pengorganisasian Masyarakat
Pengorganisasian Masyarakat
Proses membangun organisasi masyarakat
disebut pngorganisasian masyarakat . Pengorganisasian dalam
masyarakat mungkin bagi sebagian warga
merupakan istilah yang baru, tetapi konsep ini sudah dikenal luas di kalangan
organisasi umum yang lain.
Pengorganisasian bisa menjadi kebutuhan ketika realitas kehidupan sosial
masyarakat sudah berkembang sedemikian
kompleksnya, sehingga sebuah usaha tidak bisa dilakukan secara individual lagi
(warga-perwargaan) melainkan harus menjadi usaha bersama dalam bentuk kelompok.
Dengan demikian, pada pengertian yang paling sederhana, Konsep serba
bersama ini merupakan batas pembeda antara upaya pengorganisasian
masyarakat dengan upaya perwargaan
maupun strategi menyerahkan segala sesuatunya pada pemimpin yang sudah pasti
dilakukan secara individual.
Dalam membangun organisasi masyarakat
ada beberapa penekanan dan pemisahan secara manajemen
pengorganisasiannya.
Pemisahan manajemen pengorganisasian ditujukan untuk mengahadapi
permasalahan-permasalahan yang muncul di tingkatan masyarakat.
Permasalahan yang muncul bisa dibedakan dalam dua hal, secara internal dan
eksternal. Begitu pula cara membangun organisasi masyarakat dengan internal dan
eksternal dengan harapan organisasi mampu mengatasi dua persoalan ini secara
baik.
Landasan filosofis dari kebutuhan untuk membangun organisasi adalah
membangun kepentigan secara bersama–sama pada seluruh masyarakat, karena
masyarakat sendiri yang seharusnya
berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan perubahan sosial.
Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang mendasar dari kondisi
ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Dalam konteks masyarakat, perubahan
sosial juga menyangkut multidemensional. Dalam demensi ekonomi seringkali
‘dimimpikan’ terbentuknya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh
warga masyarakat .
Dalam segi politik selalu diinginkan keleluasaan dan kebebasan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi, berkompetisi
serta diakui hak-hak sipil dan politiknya.
Sedangkan dalam sisi budaya, dirasakan ada keinginan untuk mengekspresikan
kearifan kebudayaan lokal. Landasan filosofis pengorganisasian lainnya adalah
melakukan adalah pemberdayaan.
Karena pada dasarnya masyarakat
sendiri yang seharusnya berdaya dan menjadi penentu dalam melakukan
perubahan sosial.
Pengorganisasian masyarakat bertujuan agar masyarakat menjadi penggagas,
pemrakarsa, pendiri, penggerak utama sekaligus penentu dan pengendali
kegiatan-kegiatan perubahan sosial yang ada dalam organisasi masyarakat.
Tujuan Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam sebuah organisasi masyarakat ditujukan untuk membangun dan mengembangkan
organisasi. Pengorganisasian mempunyai peranan yang luar biasa bagi organisasi
secara internal dan eksternal.
Secara internal tujuan pengorganisasian adalah membangun organisasi
masyarakat. Secara eksternal tujuan pengorganisasian adalah membangun jaringan
antar organisasi masyarakat untuk
menghadapi masalah–masalah bersama atau lebih ditujukan untuk membangun
kekuatan bersama yang lebih besar lagi.
Selain itu, tujuan pengorganisasian adalah mnyelesaikan konflik–konflik
atau masalah masalah yang terjadi di tengah warga masyarakat yang setiap saat muncul dan harus segera
diselesaikan untuk menuju perubahan sosial yang lebih baik.
Manfaat Melakukan Pengorganisasian
Mengorganisir diri punya manfaat janorganisir diri punya manfaat janalam jangka
pendek, mengorganisir diri adalah suatu alat effektif untuk membuat sesuatu
terlaksana;
Memperbaiki pelayanan pada masyarakat,
Termasuk pelayanan dalam bidang ekonomi (modal-teknologi),
Menurunkan beban pajak,
Memastika jaminan lapangan kerja,
Perubahan kebijakan di tingkat masyarakat
atau di luar,
Pemperbaiki pelayanan angkutan umum dan kesehatan,
Melindungi lingkungan hidup dan alam sekitarnya, serta sebagainya.
Intinya, banyak diantara masalah keseharian yang kita hadapi saat ini dapat
dipecahkan dan dirubah dengan cara mengorganisir diri.
Mengorgansir diri juga punya manfaat jangka panjang yang mungkin
jauh lebih penting. Melalui proses-proses pengorganisasian, masyarakat bisa belajar sesuatu yang baru tentang diri
sendiri.
Masyarakat akan menemukan bahwa
harga diri dan martabat mereka selama ini selalu diabaikan dan diperdayakan.
Dengan pengorganisasian, masyarakat, warga dapat menemukan bahwa kehormatan
dan kedaulatan mereka selama ini justru tidak dihargai karena ketiadaan
kepercayaan diri di antara warga masyarakat
sendiri.
Warga masyarakat dengan demikian
akan mulai belajar bagaimana caranya mendayagunakan semua potensi, kemampuan
dan ketrampilan yang mereka miliki dalam proses-proses pengorganisasian; bagaimana
bekerja bersama dengan warga lain, menyatakan pendapat dan sikap mereka secara
terbuka, mempengaruhi kebijakan resmi, menghadapi lawan atau musuh bersama.
Akhirnya, melalui pengorganisasian, masyarakat mulai mengenal dan menemukan diri mereka
sendiri.
Warga masyarakat akan bisa menemukan
siapa mereka sebenarnya selama ini, berasal dari mana, seperti apa latar
belakang mereka, sejarah mereka, cikal-bakal mereka, akar budaya mereka serta
kepentingan bersama mereka.
Warga masyarakat akan menemukan
kembali sesuatu yang bermakna dalam lingkungan keluarga mereka, kelompok suku
atau bahasa asal mereka yang memberi mereka kembali martabat dan kekuatan baru.
Kerja Pengorganisasian (Pengorganisiran)
Salah satu kerja penting dari pengorganisasian adalah pengorganisiran.
Hal menakjubkan dalam keseluruhan proses mengorganisir adalah tenyata hal
itu dapat dilakukan oleh siapa saja.
Pengorganisiran seringkali dikesankan sulit atau bahkan musykil.
Tetapi dalam kenyataannnya, mengorganisir adalah suatu proses yang
sebenarnya tidak ruwet. Itu tergantungan pada ketrampilan dasar yang
sebagian besarnya sebenarnya sudah dimiliki oleh masyarakat dalam kadar yang sama dan memadai.
Salah stau contoh yang cukup relevan dengan hal ini adalah
ketrampilan sehari-hari untuk hidup bersama yang sudah dimiliki oleh
masyarakat.
Pelembagaan kerja bersama sudah terwujudkan ke dalam berbagai macam kerja
organisasi asli seperti “upacara ”,
“gotong–royong”, dan sebagian.
Memang tidak ada resep serba jadi dalam proses pengorganisiran, ada
beberapa langkah tertentu yang perlu dilakukan dalam keadaan tertentu pula.
Tetapi semua langkah itu sebenarnya sederhana dan mudah dipelajari oleh
warga sekalipun.
Dengan demikian, semua warga dapat mengorganisir. Semua warga dapat belajar
tentang asas-asas pengorganisasian. Tidak ada yang lebih hebat dibandingkan
dengan yang lain.
Mengapa Warga Mengorganisir Diri atau Menolak untuk itu?
Warga-warga masyarakat mengorganisir
diri karena beberapa alasan yang mungkin berbeda.
Adakalanya diperlukan pendekatan agar alasan yang beragam itu bisa
dijadikan satu landasan untuk menghimpun diri bersama-sama.
Dengan demikian salah satu landasan awal dari upaya mengorganisir diri
adalah tersedianya landasan bersama (common platform), baik berupa
nilai, institusi dan mekanisme bersama.
Misalnya, pengorganisasian harus jelas visi dan misi yang ingin dicapai
dari upaya pengorganisasian itu.
Visi dan Misi itulah kemudian diturunkan ke dalam strategi dan program yang
bisa menjawab kebutuhan anggota secara lebih jelas.
Mengapa sebagian warga tidak mengorganisir diri? Tidak semua warga yang mempunyai masalah lantas
mengorganisir diri. Beberapa warga akan tetap berkutat mencoba
menyelesaikannya sendirian, meskipun sudah terbukti berkali-kali gagal atau
kurang berhasil.
Ada banyak alasan mengapa warga menolak berhimpun dengan warga lain: ada
sebagin warga pengorganisasian merupakan hal baru, merasa cemas karena akan
dimintai sesuatu atau melakukan sesuatu yang mereka yakini belum pasti, takut
dimintai pertanggungjawaban atau menyatakan pendapatnya di depan umum.
Alasan lain adalah takut pada apa yang bakal terjadi jika pengorganisasi
itu nanti sudah berjalan, mereka akan mendapatkan tantangan, rintangan ataupun
akibat-akibat lain yang dirasakan memberatkan.
Karena alasan-alasan tersebut di atas menyebabkan banyak
warga lebih memilih untuk menggunakan cara-cara pemecahan persoalan secara perwargaan,
terhadap banyak persoalan yang sebnarnya dirasakan oleh banyak warga.
Dimana melakukan Kerja–Kerja Pengorganisasian
Tempat terbaik untuk untuk memulai suatu pengorganisasian adalah
suatu pengorganisasian adalah
berada, dengan warga-warga yang ada di sekitar anda, tentang masalah
yang memang oleh warga diprihatinkan bersama, tentang sesuatu yang oleh warga
masyarakat menginginkan terjadi
perubahan atasnya.
Mulailah dengan bekerja dan hidup bersama warga, warga masyarakat seperti anda juga, mereka yang membagi minat
dan perhatian yang sama dengan anda dan yang lainnya.
Pengorganisasian tidak perlu merupakan sesuatu yang serba besar pada awal
mulanya, jika ingin berhasil. Pengorganisasian bisa dimulai dari sebuah
kelompok yang kecil.
Apa yang harus Kita Kerjakan dalam Pengorganisasian ?
Langkah Pertama, salah satu yang bisa dilakukan adalah mempelajari situasi sosial
kemasyarakatan di masing-masing. sebagai entitas politik, ekonomi bisa dipilah
berdasarkan kategori; region (dusun), profesi (petani-pengrajin-pengusaha),
ataupun kekerabatan (trah).
Di sebuah masyarakat yang meletakkan
konteks kewilayahan sebagai sesuatu yang penting, maka pengorganisasian bisa
menggunakan pemilihan regional yang berbasisikan dusun.
Demikianpula apabila, basis pengorganisasian lebih tepat menggunakan
kreteri profesi maka strategi yang dipilih bisa menyesuaikan dengan keadaan
sosial tersebut.
Langkah Kedua, pengorganisasian juga seharusnya memperhatikan titik masuk institusional
(kelembagaan). Pertanyaan yang relevan adalah apakah upaya pengorganisasian
dilakukan dengan menggunakan lembaga-lembaga yang sudah ada, seperti kelompok
masyarakat , assosiasi lembaga ekonomi
atau lembaga lain resmi yang seringkali dalam pembentukannya ‘dibidani’
oleh pemerintah.
Atau upaya pengorganisasian dilakukan dengan membentuk wadah baru sama
sekali. Tentu saja kedua jalan itu mempunyai sejumlah kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan penggunaan lembaga yang sudah ada adalah relatif tersedianya
prasarana dan sarana bagi kerja-kerja pengorganisasian.
Kelamahan jalan ini adalah bentuknya yang sangat kaku karena diin dari
atas. Sedangkan jalan pembentukan wadah baru mempunyai kelebihan karena relatif
lebih mandiri dan partispatif namun mempunyai kelemahan yang bersumber dari
belum terlembaganya mekanisme organisasi sehingga bersifat trial and error.
Langkah Ketiga, melakukan dan memperkuat kerja-kerja basis. Yang dimaksud dengan
kerja-kerja basis adalah kerja-kerja yang dilakukan oleh kelompok inti (yang
mengorganisir diri terus menerus) secara internal berupa;
Upaya membangun basis warga masyarakat (melakukan rekruitmen dan pendekatan
pada komunitas yang senasib agar mau bergabung dalam pengorganisasian).
Pendidikan pada anggota mengenai visi, misi, dan kepentingan bersama dari
organisasi masyarakat.
Merumuskan strategi untuk memperjuangkan kepentingan bersama organisasi
masyarakat.
Membangun Jaringan
Untuk mencapai tujuan bersama, sebuah pengorganisasian memerlukan
keterlibatan banyak pihak dengan berbagai spesifikasi yang berbeda dalam suatu
koordinasi yang terpadu dan sistematis.
Tidak ada satupun organisasi yang mampu mencapi tujuannya tanpa
bantuan dari pihak-pihak lain yang juga mempunyai perhatian dan kepentingan yang
sama.
Semakin banyak warga masyarakat /organisasi
menyuarakan hal yang sama maka, semakin kuat kepercayaan bagi timbulnya
perubahan yang diinginkan.
Hal ini secara sederhana disebut sebagai kebutuhan untuk membangun
jaringan.
Secara garis besarnya kerja-kerja jaringan dapat dipilah menjadi tiga bentuk:
Kerja Basis. Kerja basis merupakan kerja yang dilakukan oleh kelompok inti
(pengorganisir) dengan melakukan langkah-langkah; membangun basis masa,
pendidikan dan perumusan strategi.
Kerja Pendukung. Kerja pendukung ini dilakukan oleh
kelompok-kelompok sekutu yang menyediakan jaringan dana, logistik,
informasi data dan akses. Kelompok sekutu bisa berasal dari kalangan LSM,
kelompok intelektual/ akademisi, Lembaga pendana (donor) dan kelompok-kelompok
masyarakat yang mempunyai komitmen terhadap persoalan yang diperjuangkan.
Kerja Garis Depan. Kerja
garis depan dilakukan terutama berkaitan dengan advokasi kebijakan, mobilisasi
massa, mempeluas jaringan sekutu, lobbi dan melaksanakan fungsi juru runding.
Kerja-kerja garis depan bisa dilakukan oleh kelompok organisasi/invidual yang
memiliki keahlian & ketrampilan tentang hal ini.
Dengan pembagian tugas maka akan terbentuk jaringan yang terdiri dari
individu dan kelompok yang bersedia membantu warga dalam melakukan perubahan sosial, baik
melalui strategi advokasi, maupun penguatan komunitas basis. Akhirnya,
pembangunan jaringan merupakan salah satu cara untuk menambah “kawan”,
sekaligus mengurangi “lawan” dalam memperjuangkan perubahan yang diinginkan.
Referensi
Arif, Saiful, Menolak
Pembagunanisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I., 2000).
Burnell & Morgan, Sociological
Paradigms & Organizational Analysis London: Heinemann, 1979.
Becker, "Whose side
are we on? dalam buku yang di edit oleh W.J. Fisltead (Ed.). Qualitative
Methodology Chicago: Markham, 1970.
Faqih, Mansour, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Insist Press, Cet. I., 2001).
Freire, Paulo, Pedagogy
of the Oppressed. New York: Praeger, 1986.
_____,Pendidikan Kaum Tertindas (Jakarta: LP3ES, Cet. III., 2000).
_____, Pedagogi Pengharapan, Menghayati Kembali Pedagogi Kaum Tertindas
(Yogyakarta:, Kanisius, Cet. I., 2001).
_____, Pendidikan Sebagai
Proses (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,. I., 2001).
_____, & Ira shor, Menjadi
Guru Merdeka (Yogyakarta: LKiS, Cet. I., 2001).
Kuhn, Thomas, The
Structures of Scientific Revolutions. Chicago: The University of Chicago
Press, 1970.
Kristeva, Nur Sayyid
Santoso, Paradigma Sosiologi dan Perubahan Sosial, Modul Pelatihan
Analisis Sosial pada acara Short Course od Core Cader, Diselenggarakan oleh PC
PMII Purwokerto, Tahun 2007.
Kristeva, Nur Sayyid
Santoso, Manifesto Wacana Kiri: Membentuk Solidaritas Organik, Modul
Pelatihan Basis PC PMII Cilacap & PMII UIN Yogyakarta, Tahun 2009.
Mustafid, Muhammad, Kerangka
Analisa Sosial Kemasyarakatan, Outline Pelatihan BEM UGM, Authior 15
September 2008.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta; Bulan Bintang,
1978. serta majalah ulasan tentang "Gerakan Pembaharuan Islam"
dalam Ulumul Quran tahun 1993.
Patton, Michael Quin, Alternative
Evaluation Research Paradigm. Grand Forks: University North Dakota, 1970.
Popkewitz, Thomas, Paradigm
and Ideology in Educational Research. New York: Palmer Press, 1984.
Ritzer, George, "Sociology:
A Multiple Paradigm Science" dalam Jumal The American Sociologist No.
10, 1975.
Smith, Themaning of
Conscientacao: The Goal of Paulo Freire's Pedagogy Amherst: Center for
International Education, UMASS, 1976.
Sritua, Arif, Pembangunaisme
dan Ekonomi Indonesia, Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi (Bandung:
CPSM, Cet. I., 1998).
Taufiqurrahman, Mengintegrasikan
Analisa Sosial dalam Gerakan Sosial, Makalah yang disampaikan pada
Pelatihan Da’i Mahasiswa VII KORDISKA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. tanggal
3-11 Oktober 1999.
0 Comments: