TEORI KRITIK SOSIAL MENURUT JURGEN HABERMAS
Sejarah dan Prawacana Jurgen Habermas
Habermas belajar di
bawah Ardono selama beberapa tahun dan umumnya dikenal sebagai pewaris
kontemporer utama dari warisan Frankfurt. Walaupun terdapat tema-tema umum yang
berbeda antara karyanya dengan karya dari para pendahulunya, namun, demikian
dia mengambil hal itu dalam arah yang berbeda sama sekali. Kita membandingkan
Lukaes dengan Ardono, Marcuse dan Horkheimer sebagai wakil-wakil pesimistik dan
optimistik dari kerangka kerja teoritis yang secara mendasar sama; apa yang
menyatukan mereka adalah minat yang sangat besar terhadap kebebasan manusia,
betapapun tipisnya kemungkinan dari adanya kebebasan itu dalam dunia riil.
Begitu juga Habermas
juga mengekspresikan perhatian yang sama tetapi nampaknya dia kurang sedemikian
melibatkan diri. Dia keluar dari sayap optimisme ke pesimisme dan sebagai
gantinya dia memberikan perhatian yang besar terhadap analisa mengenai struktur-struktur
dan tindakan sosial di bandingkan para penulis yang terdahulu. Habermas
bukanlah seorang yang bersifat radikal dalam seumur hidupnya, nampaknya setelah
pertumbuhan dalam Nazi. Jerman, dia hanya mulai bergerak ke kiri di bawah
pengaruh dari Ardono.[1]
Untuk sementara pada
pertengahan tahun 1960-an, dia adalah seorang pendukung yang kuat dari
mahasiswa sayap kiri, tetapi kemudian menjauhkan dirinya dari mereka, sambil
mengatakan bahwa mereka hanya membangun bentuk-bentuk dominasi baru. Karyanya
sering diambil oleh golongan kiri, tetapi hal itu termasuk suatu perpindahan
yang radikal dari bentuk-bentuk Marxisme. Kami akan mencoba membuat out line
dari ciri-ciri utamanya dengan memakai suatu pertentangan antara dia dan
karyanya dari anggota-anggota madzhab Frankfurt dengan memperhatikan
pandangannya mengenai teori. Kemudian pada kritikannya terhadap Marxisme dan
akhirnya pada pokok analisanya mengenai masyarakat kapitalis modern.
Pemikiran Jurgen Habermas
Jurgen Habermas adalah
tokoh terkemuka dewasa ini, sebuah aliran filsafat yang sejak 60 tahun semakin
berpengaruh dalam dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial, yaitu filsafat
kritis. Filsafat kritis berdiri dalam tradisi besar pemikirannya yang mengambil
inspirasinya dalam karya intelektual Karl Marx. Ciri khas filsafat kritis
adalah ia selalu,berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan-hubungan sosial
yang nyata, Pemikiran kritis merefleksikan masyarakat serta dirinya sendiri
dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi. Pemikiran
kritis merasa diri bertanggungjawab
terhadap keadaan sosial yang nyata. Dengan demikian berpikir kritis berarti
bahwa di suatu pihak perdebatan tetap berlangsung ditingkat filosofis-teoritis,
jadi filsafat kritis tidak mau menjadi ideologi perjuangan. Tetapi di lain
pihak filsafat kritis berdasarkan anggapan-anggapan yang mana masuk sampai ke
dalam inti metodologinya bahwa justru sebagai kegiatan teoritis yang tetap
tinggal dalam medium pikiran.[2]
Jurgen Haberman sesudah
menjadi profesor di Frankfurt sebagai pengganti Adorno, mengalami begitu banyak
gangguan dan demontrasi dari pihak mahasiswa sehingga ia pada tahun 1971, hanya
enam tahun kemudian berhenti sebagai profesor dan menjadi peneliti pada Institute
Max Plank di Stranberg (sejak tahun 1983 dalam alam akademis yang lain sama
sekali, dimana zaman “Kiri Baru” sudah terlupa ia kembali sebagai Profesor di
Universitas Frankfurt).
Teori Epistemologi kaitannya dengan Karl Marx
Filsafat ilmu
pengetahuan sosial melibatkan dirinya
dalam dua isu: pertama; hakekat dunia, apa hakekat dari hal yang ada (di
dunia), ini dan adakah perbedaan dari keberadaannya. Kedua; filsafat
ilmu tertuju pada hakekat suatu penjelasan, mengenai cara mengetahui
pengetahuan sebagai pengetahuan Marx mengatakan semua ilmu pengetahuan akan
menjadi berlebihan. kalau penampilan luar dan esensinya, persis sama. Tidak
satupun penampilan luar dari meja saya yang memberitahukan kepada saya, bahwa
ia terbuat dari jutaan, molekul yang bergabung satu sama lain. Menurut Marx
terdapat dua pengertian yang jelas di mana suatu proses sebab akibat
berlangsung dalam masyarakat.
Pertama, seperangkat
hubungan-hubungan sosial yang pokok, struktur sosial, bisa di lihat sebagai
penyebab hubungan-hubungan sosial tertentu di permukaan misalnya seorang
Marxis, bisa berdalih bahwa argumen‑argumen politik yang di
laporkan dalam berita-berita setiap hari di sebabkan oleh hubungan hubungan
ekonomi yang penting, kendati argumen-argumen itu tidak menyangkut ekonomi.
Kedua, suatu struktur pokok
yang sedemikian rupa, sehingga ia memiliki hukum-hukum tertentu atau
kecenderungan-kecenderungan perkembangan tertentu; misalnya mungkin ada
mekanisme tertentu didalam hubungan-hubungan pokok masyarakat kapitalis yang
membawa akibat krisis-krisis ekonomi yang berkelanjutan atau menyebabkan
meningkatnya campur tangan negara dalam kegiatan ekonomi.[3]
Pengetahuan menurut Marx yaitu pekerjaan dan akal budi dengan manusia alami.
Dengan demikian bagi Marx pun tak ada artinya melawankan subyek dan objek.
Manusia dan dunia, dua-duanya hanya mungkin dalam saling pengantaran. Manusia
tidak mungkin tanpa alam dari padanya ia hidup dan yang dikerjakannya. Tetapi
alampun sebagai mana manusia menghadapinya hanyalah alam, melalui manusia. Ia
adalah alam yang diberi bentuk oleh manusia. Baru pekerjaan manusia membuat
alam seada sekarang, sebagaimana ia menjadi
obyek manusia.
Dengan demikian alam
pada dirinya sendiri adalah sesuatu yang abstrak, yang harus kita pikirkan,
akan tetapi kita bertemu alam selalu hanya dalam cakrawala proses sejarah
universal pembentukan umat, manusia”.Oleh karena itu Marx menyatakan “bahwa
kesatuan termashur manusia dengan alam dalam industri sejak dulu selalu sudah
terdapat dan dalam setiap tahap atau sejarah terdapat secara berlainan,
tergantung dari tingkat perkembangan industri yang kurang atau lebih besar,
seperti juga pergulatan manusia dengan alam, sampai keperkembangan alat-alat
produktifnya di dasar yang sesuai”. Pertanyaan tentang bagaimana dunia dapat
dimengerti (masalah epistemologis) di pecahkan, dengan manusia membuat
dunia itu.
Analisa Habermas tentang Kapitalis Modern
Habermas tentang kapitalisme
modern kurang menaruh perhatian yang besar terhadap yang telah dikemukakan oleh
para madzhab Frankfurt yang lebih awal. Hal itu dilihat pertama-tama sebagai
suatu tahap dalam perkembangan yang bersifat evolusioner-suatu tingkat yang
mungkin berlangsung salah dan membawa bencana, tetapi bagi Habermas
bagaimanapun hal itu lebih merupakan suatu sistem sosial daripada suatu yang
jahat. Seperti para pemikir yang lebih dahulu, dia menekankan dominasi
teknologi dan nalar instrumental dan kritis juga bisa lihat suatu pengalihan
pandangan kebelangan yang lebih nostaigik-pads periode kapitalisme awal.[4]
Habermas melihat
kapitalisme modern seperti yang dikarakterkan oleh dominasi negara atas ekonomi
dan bidang-bidang lain dari kehidupan sosial. Bagi Habermas intervensi negara
dan akibat pertumbuhan dari nalar instrumental telah menjangkau suatu titik
berbahaya yang disebutnya sebagai suatu “utopia negatif” adalah mungkin.
Rasionalitas progesif dan putusan-putusan publik lebih menjangkau titik dimana
organisasi sosial dan perbuatan putusan mungkin bisa di delegasikan kepada para
penghitung mengeluarkannya dari arena perdebatan publik secara bersama-sama.
Analisa mengenai kapitalisme awal serupa dengan analisanya Marx dengan krisis ekonomi
sebagai hal yang paling penting.
Bagaimanapun juga
kapitalisme bisa dilihat sebagai suatu kombinasi dari tebak berapa banyak
subsistem-subsistem: ekonomi, politik dan sosial budaya dan tempat krisis yang
berpindah dari satu ke yang lainnya, ketika sistem berkembang krisis ekonomi
dan konflik yang di hasilkan antara pekerjaan dan model di lihat semata-mata
sebagai krisis sistem. Pertumbuhan integrasi dan kekuasaan dari negara
merupakan suatu respons dan suatu usaha yang berhasil, walaupun Habermas tidak
menyatakan bahwa krisis-krisis ekonomi telah, menghilang; memang untuk
sementara akan sulit untuk bersikap keras terhadap pernyataan separti ini.
Jurgen Habermas untuk Menuju Teori Praktis
Teori kritis menurut
Habermas di sebut dengan “teori dengan maksud praktis” berarti tindakan yang
membebaskan model teori kritis dengan maksud praktis ditemukan Habermas. Dalam
masalah teori-teori Habermas mempunyai beberapa kepentingan; kepentingan
pengetahuan dan kepentingan praktis ide itu bukanlah tidak serupa dengan
mengatakan bahwa seorang mahasiswa mengembangkan suatu “kepentingan” dengan
maksud untuk memperoleh suatu tingkat dari tujuannya. Kepentingan yang
dibicarakan Habermas ini, bagaimanapun juga dimiliki oleh kita semua dalam
keanggotaan masyarakat manusia. Argumentasinya berakar di dalam karya Marx, dan
kita temukan kritikan utamanya tentang
teori Marx.
Kepentingan selanjutnya
yaitu kepentingan praktis, yang pada gilirannya memunculkan ilmu pengetahuan
Hermeneutik yang dengan caranya menginterpretasikan tindakan satu sama lain.
Baik secara individu, sosial masyarakat maupun secara organisatoris secara
kritis menurut Habermas.[5]
Kepentingan praktis, kata Habermas memunculkan suatu kepentingan ketiga,
“kepentingan emansipatoris“. Dia membangkitkan pengetahuan teoritis, untuk itu
Habermas mengambil psikoanalisa sebagai model untuk mengkaitkan antara
kemampuan berfikir dan bertindak dengan kesadaran sendiri. Maka, teori bagi
Habermas merupakan suatu produk dan memenuhi maksud dari tindakan manusia.
Secara esensial itu adalah alat untuk kebebasan manusia yang besar.
Rumusan Strategi Teori Epistemoiogi
Penelitian terhadap
hubungan antara ilmu pengetahuan dan kepentingan menjadi salah satu usaha pokok
Habermas. Penegasan kunci Habermas adalah bahwa tidak masuk akal kita bicara
umum tentang kepentingan di belakang ilmu-ilmu sebagaimana dilakukan oleh
Horkheimer, Adorno dan Marcuse. Habermas menegaskan (sesuai dengan pendekatan
teori kritis sejak semula) bahwa ilmu pengetahuan malah hanya mungkin sebagai
perwujudan kebutuhan manusia, yang terungkap dalam suatu kepentingan
fundamental.Pekerjaan merupakan “bentuk sintesis manusia dan alam yang di satu
pihak mengikatkan objektivitas alam pada pekerjaan objektif subjek-subjek
(manusiamanusia), tetapi di lain pihak tidak meniadakan independensi
eksistensinya”. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pekerjaan merupakan kategori
epistemologi, istilah filsafat ilmu pengetahuan.
Dogma Marxisme dan Kaitannya dengan Struktur Sosial
Pada kenyataannya
Habermas menyarankan bahwa tingkat ekonomi dari formasi sosial hanya dominan
dalam masyarakat kapitalis, barangkali hanya dalam kapitalisme awal, dia
mengatakan setiap tipe masyarakat diatur oleh suatu kompleks institusional
tertentu mungkin hal itu adalah institusi ekonomi untuk kapitalisme awal,
negara untuk kapitalisme akhir dan sistem kekerabatan dalam masyarakat suku
terasing. Namun demikian institusi-institusi itu sendiri bisa dilihat sebagai
penjelmaan-penjelmaan dari nilai-nilai budaya dan norma-norma yang dia lihat
sebagai hal yang berkembang kearah tingkat-tingkat universalitas yang semakin
tinggi. Menurut Habermas bahwa institusi sosial ada tidak hanya untuk membantu
dan mempertahankan produksi ekonomi tetapi juga menekan kembali keinginan yang
mau membuat kehidupan sosial menjadi tidak mungkin. Habermas memperhatikan
evolusi masyarakat manusia dari jumlah sudut pandangan yang lain, biasanya menghasilkan
klasifikasi yang tiga kali lipat.[6]
Masyarakat dilihat
sebagai hasil dari tindakan manusia pada giiirannya distruktur oleh norma-norma
dan nilai-nilai. Dan terhadap perkembangan-perkembangan dari nilai-nilai dan
norma-norma inilah kita harus perhatikan kalau kita mau memahami perubahan
sosial. Dasar-dasar untuk kritik sosial terletak dalam tujuan yang terhadapnya
perkembangan sosial itu berubah, suatu rasional universal yang di
dalamnya setiap orang berpartisipasi
secara sama. Suatu situasi dimana komunikasi tidak mengalami distorsi-suatu
situasi percakapan yang ideal, yang ingin dibuatkan out line-nya oleh
Habermas. Seperti dengan karya persons kita berahir dengan konsepsi kecil atau
sederhana tentang tingkat-tingkat dari organisasi sosial, di luar yang
diberikan oleh pemberian prioritas kepada kebudayaan, tak ada pengaruh mengenai
mekanisme sebab akibat dan lebih merupakan suatu pengklasifikasian umum
daripada suatu sistem yang bersifat menjelaskan.
Pendekatan Historis Menurut Habermas
Paradigma Teori Kritis
masyarakat “klasik” ditentukan oleh dua faham fundamental: gaya pemikiran historis
dan gaya pemikiran materialis. Dengan pola berpikir historis dimaksud bahwa
realitas sosial yang ada sekarang hanya dapat di pahami betul kalau dilihat
sebagai hasil sebuah sejarah. Ilmu-ilmu positif menyelubungi secara idiologis
fakta yang paling fundamental bahwa sejarah itu di buat oleh manusia sendiri
(dalam bahasa Marx: manusia sebagai Gattungswesen atau makhluk jenis
membuat sejarahnya sendiri), bahwa sejarah itu merupakan sejarah penindasan,
bahwa penindasan itu justru ditutup-tutupi sehingga realitas sekarang tampak
sebagai objektifitas yang wajar.
Teori kritis
bertugas membuka selubung idiologis itu,
jadi membuka penghisapan dan penindasan itu sebagai karya manusia dan dengan
demikian membuka kemungkinan pembebasan. Maka Habermas bicara tentang “teori
kritis sejarah dengan maksud praktis”. Dengan meminjam pola pendekatan
psikoanalisa Sigmund Freud, ia mengharapkan agar ingatan kembali terhadap
sejarah penderitaan dan penindasan (yang di tutup oleh “teori positif”)
melepaskan kekuatan-kekuatan emansipatoris: menyadari diri sebagai kurban
penindasan terselubung memberikan tekad untuk membebaskan diri dari sebuah
situasi yang sekarang tidak lagi dipandang “objektif perlu”, melainkan sebagai
hasil proses sejarah.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di
atas maka dapat disimpulkan beberapa hal:
1.
Bahwa Jurgen Habermas adalah filosof
dari Jerman yang menggunakan sifat kritis terhadap berbagai macam persoalan
termasuk teori tradisional. Tentu hal itu tidak sendirian, melainkan bersama
temannya Adorno dan Horkheimer. Mereka semua itu berasal dari madzhab
Frankfurt, namun dengan itu dia termasuk taruhannya, dan selalu dikritik
orang-orang sekitarnya.
2.
Habermas mempunyai kesadaran mengkritisi
segala tindakan yang merugikan sosial, baik itu secara individu kelompok,
masyarakat, ataupun organisasi.
3.
Habermas menggunakan dua pendekatan
dalam mengkritisi sesuatu; gaya pemikiran historis dan pemikiran materialis.
Dengan demikian ia tidak selalu menggunakan gaya filsafat kritis. Karena dia
melihat adanya perubahan dalam sosial. Namun perubahan tersebut tetap dalam
kerangka sosial yang nyata.
0 Comments: